Jumat, 16 September 2011

Peta Pita dan Kompas


Peta Pita




      Peta pita merupakan gambar yang dibuat dengan tujuan untuk mengetahui/ menggambarkan keadaan perjalanan yang telah dilakukan dari suatu tempat ke tempat lainnya.
      Isi dari peta pita yaitu waktu, jarak, arah (simbol arah dan besar derajat), keterangan kanan dan kiri jalan serta simbol-simbolnya. Oleh karena itu, peta pita dapat juga kita gunakan sebagai petunjuk jalan/ acuan untuk kembali ke tempat sebelumnya ketika kita tersesat. Karena, pada peta pita terdapat simbol dari tempat penting yang telah dilewati dan juga arahnya.
                Peralatan yang perlu dipersiapkan dalam pembuatan peta pita adalah :
1.    Pensil
2.    Penggaris panjang
3.    Kertas peta pita sesuai dengan kebutuhan
4.    Kompas bidik
5.    Meja kerja
6.    Pencatat waktu/ jam
7.    Alat pengukur jarak/ bisa dikira-kira dengan langkah kaki
Dalam pembuatan peta pita kita harus memerhatikan hal-hal berikut :
1.      Penentuan Skala
       Dalam menentukan skala erat kaitannya dengan jarak yang akan ditempuh selama melakukan perjalanan dengan kertas yang ada.

2.      Pembuatan Keterangan
        Keterangan yang dimaksud yaitu segala sesuatu yang dilihat saat selama perjalanan yang berupa bangunan atau sesutau yang penting (daerah yang mencolok) baik yang berada di kanan ataupun kiri jalan. Keterangan ini digambarkan dalam bentuk simbol/ tanda medan dan juga tulisan.

3.      Penulisan Arah Utara dan Waktu
        Arah utara digambarkan sesuai dengan arah utara jarum kompas. Waktu dituliskan pada kertas saat berangkat dan tiba di setiap belokan.

4.      Penentuan Jarak dan Batas belokan
        Batas jarak antara belokan dalam gambar peta pita ditandai dengan garis lurus, jalan dinyatakan belok apabila pandangan seseorang sudah terhalang batas belokan.

Data yang kita masukkan haruslah tepat, pada setiap belokan atau pergantian arah perjalanan maka harus kita gambarkan arahnya (lebih baik derajatnya juga) demikian seterusnya sampai daerah yang kita tuju. Tulis juga tempat tempat penting yang kita lalui minimal pada setiap arah ada satu (1) tempat penting yang kita tulis pada peta pita. Gambar keterangan peta dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Untuk lebih jelasnya bisa diperhatikan contoh berikut

Berikut keterangan gambar pada Pita Pita :

KOMPAS
Kompas adalah alat bantu untuk menentukan arah mata angin. Seseorang yang suka mengembara haruslah dapat menguasai kompas (bagaimana menggunakan dan membacanya) agar tidak tersesat dalam perjalanan. Bagian-bagian kompas yang penting antara lain :
1.        Dial, yaitu permukaan kompas di mana tertera angka dan huruf seperti pada permukaan jam.
2.        Visir, yaitu lubang dengan kawat halus untuk membidik sasaran.
3.        Kaca Pembesar, untuk membaca angka (derajat kompas).
4.        Jarum penunjuk, untuk menunjukkan arah utara magnet.
5.        Tutup dial dengan dua garis bersudut 45º
6.        Alat penggantung/ tempat jari, yang dapat digunakan sebagai penyangkut ibu jari   untuk menopang kompas pada saat membidik.



Cara Menggunakan Kompas
1.        Letakkan kompas di atas permukaan yang datar. Setelah jarum kompas tidak bergerak lagi, maka jarum tersebut menunjuk ke arah utara magnet.

2.        Bidik sasaran melalui visir (celah kecil) dengan kaca pembesar. Miringkan sedikit letak kaca pembesar, kira-kira 50º dengan kaca dial. Kaca pembesar berfungsi untuk membidik ke arah visir dan mengintai angka (derajat kompas) pada dial.

3.        Apabila visir diragukan karena kurang jelas dilihat dari kaca pembesar, luruskan saja garis yang terdapat pada tutup dial ke arah visir, searah dengan sasaran bidik agar mudah dilihat melalui kaca pembesar.

4.        Apabila sasaran bidik 30º maka bidiklah ke arah 30º. Sebelum menuju sasaran, tetapkan terlebih dahulu Titik sasarn sepanjang jalur 30º. Carilah sebuah benda yang menonjol/ benda lain di sekitarnya, sebab route ke 30º tidak selalu datar atau kering, kadang-kadang berbencah-bencah. Di tempat itu kita Melambuung (keluar dari route) dengan tidak kehilangan jalur menuju 30º.

5.        Sebelum bergerak ke arah sasaran bidik, perlu ditetapkan terlebih dahulu Sasaran Balik (Back Azimut atau Back Reading) agar kita dapat kembali kepangkalan apabila tersesat dalam perjalanan.


Cara melihat kompas dan membidik sasaran
Rumus Back Azimut/ Back Reading
1.        Apabila sasaran kurang dari 180º = ditambah 180º
0º  - 180º =  xº + 180º

2.        Apabila sasaran lebih dari 180º
180º  - 360º =  xº - 180º
      
Contoh : 30º sasaran baliknya adalah 30º  + 180º =  210º
              240º sasaran baliknya adalah 240º  - 180º = 60º

Angka-angka yang ada di kompas dan istilahnya
 Nort            =   Utara            =  0º
 North East  =   Timur Laut  =   45º
 East            =   Timur          =    90º
South East   =  Tenggara      =   135º
South           =   Selatan          =   180º
South West  =   Barat Daya   =    225º
West             =   Barat            =    270º
North West   =  Barat Laut    =    315º

Menentukan arah mata angin
Ketika kita tidak membawa kompas, kita masih dapat menentukan arah UTARA MAGNET yaitu menggunakan :
1.      Kuburan orang islam (membujur ke utara)
2.      Masjid/ mmushola (menghadap barat)
3.      Terbitnya matahari (dari timur) dan bulan
4.      Lumut pada pohon
5.      Pucuk/ ujung daun pada pohon
6.      Silet

Sumber:   kompas – pramukanet.org (oleh Kakak Drs. Ringsung Suratno, M.Pd)
           

cerpen "Doa Anak yang Teraniaya"


DO’A ANAK YANG TERANIAYA

Sepulang dari rumah teman telepon genggamku berdering. Ouh, ternyata dari ayah. Jangan-jangan adikku telah lahir pikirku.
“Hallo, Ayah. Apakah adik telah lahir?”, tanyaku semangat.
“Ya, adik mu telah lahir. Perempuan, Nak”, ucap ayah.
“Asyik. Aku akan ke sana sekarang. Tunggu aku di sana, Yah”, kataku.
“Baiklah, Ayah tunggu”, kata Ayah.
Hatiku sangat gembira ketika aku mengetahui bahwa aku telah memiliki adik. Tambahan pula, adikku berjenis kelamin perempuan. Aku berangan-angan akan mendandani adikku secantik mungkin dan aku akan mengajak dia bersepeda setiap sore. Tanpa pikir panjang aku mengendarai sepeda menuju rumah sakit tempat adikku dilahirkan. Namun, perasaan bahagiaku berubah menjadi kecewa dan terkejut ketika melihat adikku terlahir dalam keadaan cacat. Aku sedih bercampur kecewa hingga aku menangis dan aku tak bisa menerima keadaan adikku itu.
“Dia bukan adikku !”
“Katakan, Ayah bahwa dia bukan adikku” , teriakku sambil menahan tangis.
“Nak, sadarlah. Dia adalah adikmu. Dia lahir dari perut ibumu. Terimalah dia sebagai adikmu karena ini adalah takdir dari Allah SWT, ucap ayah menenangkanku.
“Tidak! Dia bukan adikku dan sampai kapanpun dia tak akan menjadi adikku”, kataku.
Berkali-kali ayah mencoba untuk menenangkanku. Meskipun demikian, aku tetap belum bisa menerima keadaan adikku yang cacat. Sejak lama aku telah menantikan hadirnya seorang adik dalam hidupku. Tak kusangka dia terlahir cacat. Hal itu benar-benar membuat hatiku  terpukul. Aku tau bahwa aku egois karena hanya memikirkan keinginanku. Jika teman-temanku mengetahui bahwa adikku terlahir cacat pasti mereka akan mengejekku dan mempermalukanku. Hanya itu yang ada di pikiranku saat itu. Aku tak memikirkan perasaan kedua orang tuaku melihat tingkah lakuku yang melebihi batas dan kurang bersyukur kepada Allah SWT.
*****D*****
Bertahun-tahun aku hidup tanpa mengakui Tania sebagai adikku hingga ia berumur tujuh tahun dan duduk di kelas satu SD. Aku selalu memperlakukan Tania dengan tidak semestinya. Suatu ketika, ayah dan ibu pergi kondangan ke luar daerah dan menitipkan Tania padaku.
“Nak, ayah dan Ibu akan pergi kondangan ke luar daerah. Tolong jaga Tania baik-baik, pesan ayah padaku.
“Yah, Bu, titipkan saja Tania pada nenek. Aku lelah dan banyak tugas”, kataku.
“Nak, Ayah bilang sekali lagi, tolong jaga Tania baik-baik, Ayah dan Ibu akan pergi sekarang”, tegas ayah.
“Baiklah, Yah”, Ucapku lesu.
Aku mengerjakan tugas di ruang santai sambil menunggui Sania yang sedang asyik bermain boneka. Setengah bagian dari tugasku telah terselesaikan dan rasa kantuk mulai muncul. Aku pun menuju kamar mandi untuk berwudhu agar rasa kantukku menghilang dan aku bisa segera melanjutkan mengerjakan tugas. Setelah aku kembali dari kamar mandi Tania teriak-teriak memanggilku.
“Mba, mba kemarilah”, teriak Tania.
“Ada apa?”, tanyaku.
“Lihatlah kupu-kupu itu, mereka sudah terbebas dari siksa di botol ini. Mereka dapat terbang bebas”, ucapnya lugu sambil menunjukkan botol yang dimaksud.
“Kau dapatkan dari mana botol itu?”, tanyaku penuh emosi.
“ Di atas meja belajar kakak”, jawabnya ketakutan.
“ Tania . . . . . !”, teriakku.
Aku benar-benar marah padanya. Kupu-kupu itu akan aku gunakan untuk praktikum esok pagi. Hari telah sore, mana mungkin aku mencari kupu-kupu lagi sedangkan tugas yang harus aku selesaikan malam ini begitu banyak. Karena saking marahnya aku pun memarahi Tania. Karena ketakutan Tania keluar rumah sambil menangis. Sering kali jika ketakutan ia mengunjungi rumah tetangga di seberang jalan. Hal itu pun dilakukannya setelah dimarahi olehku karena menerbangkan kupu-kupuku. Aku pun membiarkannya berlari keluar rumah.
“Akhh”, terdengar suara Tania berteriak setelah keluar rumah.
Aku pun keluar rumah dan mencari sumber suara. Terlihat Tania sudah tergeletak berlumuran darah di jalan raya.
“Tolooooooong-toloooooooooooong”, teriakku meminta bantuan.
Orang-orang yang melihat kejadian tersebut pun berdatangan mengerumuni Tania dan membantuku membawa Tania ke rumah sakit. Mereka pun menceritaka bahwa Sania tertabrak motor dan pengendara motor melarikan diri.
 Tak kuasa aku menahan tangis dan sesal yang mendalam atas perbuatanku terhadap Tania. Tak henti-hentinya aku menangis sambil menyesali perbuatanku. Teganya, kejamnya dan bodohnya aku termakan nafsu untuk memperlakukan Tania dengan tidak semestinya.
“Ya Allah ampunilah dosaku”, ucapku memohon berkali-kali.
 Ini semua adalah kesalahanku. Aku lah yang menyebabkan Tania seperti ini. Aku tak akan membiarkan diriku tenang jika terjadi sesuatu dengan Tania. Ayah dan Ibu segera pulang setelah ditelpon tetangga bahwa Tania kecelakaan.
Sudah berjam-jam aku menunggui Tania tetapi ia belum sadar juga hingga aku tertidur di sampingnya. Di dalam tidurku aku bermimpi berada di sebuah tempat pemukiman para pengemis yang sedang merintih kesakitan serambi meminta pertolongan padaku. Aku tak hiraukan mereka dan terus berjalan mengikuti kata batinku. Tiba-tiba aku sampai di sebuah tempat yang menyeramkan. Tempatnya sempit dan ketika aku sampai di sana tiba-tiba disekelilingku terdapat kobaran api. Alangkah takutnya aku berada di tempat seperti itu. Kemudian terdengarlah suara perintah untukku seperti suara seorang laki-laki.
“Berhentilah”, suara itu terdengar sangat keras dan menakutkan.
“Duhai, Pemudi, tempat apa saja yang telah engkau lewati sebelum sampai di sini ?”, terdengar suara itu.
“Hanya pemukiman pengemis”, jawabku singkat.
“Kebaikan apa yang telah engkau perbuat selama perjalanan menuju kemari?”, terdengar suara itu.
 “Aku belum melakukan amal baik”, jawabku singkat.
“Keburukan apa yang telah engkau lakukan dalam perjalanan menuju kemari?”, tanyanya lagi.
“Aku pun belum melakukan keburukan”, jawabku tanpa rasa bersalah.
“Tahukah apa yang membuatmu sampai di sini?”, tanyanya lagi.
Aku terdiam. Aku bingung hendak menjawab apa. Aku terus berfikir sampai akhirnya aku berhasil menemukan jawabannya.
“Kata batinku.”, jawabku singkat.
“Salah. Yang membuatmu sampai di sini adalah sifatmu. Sifatmu yang egois dan acuh tak acuh. Kau bilang bahwa kau belum melakukan keburukan dalam perjalanan ke sini. Hal itu sangat jelas menggambarkan sifatmu yang egois dan acuh tak acuh. Tahukah engkau bahwa para pengemis yang engkau lewati sangat mengharap pertolonganmu? Hingga beberapa dari mereka meninggal dunia”, terdengar suara itu begitu keras dan menyentuh jiwaku.
Aku sangat ketakutan mendengar suara tanpa ada orang berkali-kali. Aku terdiam. Aku sangat ketakutan dan kebingungan.
“Apa yang sesungguhnya terjadi?”, batinku.
“Sekarang apa yang hendak kamu lakukan? Kobaran api semakin mendekat kepadamu. Tunggulah akibat dari perbuatanmu”, suara itu muncul lagi.
Tiba-tiba terdengarlah suara lembut seorang anak kecil. Dia merintih dan memohon supaya kobaran api di matikan dan aku dibebaskan dari siksaan ini.
“Ya Tuhan, hamba memohon dengan kerendahan hati hamba. Ampunilah dosanya dan keluarkanlah dia dari kobaran api itu. Padamkanlah api itu, Ya Tuhan. Ya Tuhan, bukakanlah pintu hatinya, bukakanlah pintu maaf baginya. Aku sangat menyayanginya dan aku ingin merasakan kasih sayang darinya. Aku ingin bersamanya, Ya Tuhan. Ya Tuhan, hamba memohon dengan kerendahan hati kabulkanlah permohonan hamba. Amin”, doa anak kecil tersebut.
Setelah doa itu selesai aku dengar, kobaran api yang mengelilingiku tiba-tiba padam.
“Ya Allah, siapakah yang telah mendoakanku ?”, gumamku dalam hati.
Tiba-tiba aku berpindah tempat lagi. Aku berada di ruang yang sekelilingnya penuh dengan layar. Dan terlihatlah adikku Tania sedang berdoa kepada Allah SWT. Dialah yang telah mendoakanku agar aku terbebas dari kobaran api. Di layar itu pun terlihat Sania ketika berdoa untuk kesuksesan ujian nasionalku. Dia memohon agar aku dimudahkan dalam mengerjakan soal ujian nasional, diberi ketenangan, dan mendapat hasil yang memuaskan serta diterima di sekolah yang aku idam-idamkan.
Melihat peristiwa itu hatiku begitu teriris. Aku tak kuasa menahan sesal yang sangat mendalam hingga aku meneteskan air mata.
“Ya Allah, hinanya diriku, ampunilah dosaku. Begitu banyak kesalahan yang telah aku perbuat pada Tania”, ucapku memelas dan memohon.
Tiba-tiba, datanglah seorang kakek dan mengatakan, “ Doa tulus dari anak yang selalu teraniaya olehmu lah yang membuat semua impianmu saat itu dikabulkan oleh Allah SWT. Maka, bertobatlah, bersyukurlah kepada Allah SWT, segeralah meminta maaf kepada adikmu dan berterimakasihlah kepada adikmu. Sayangilah adikmu seperti yang dia harapkan darimu dan segeralah temui adikmu.”
Setelah itu, bangunlah aku dari mimpi yang menyadarkanku akan segala kesalahanku. Saat aku terbangun adikku telah sadar dan aku segera memeluknya, meminta maaf padanya dan  berterimakasih kepadanya. Seluruh keluarga besarku pun telah berkumpul dalam ruangan ini. Menyaksikan perubahan sikapku mereka pun menangis terharu sambil seraya mengucap syukur kepada Allah SWT. Aku pun segera meminta maaf kepada kedua orangtuaku. Sejak saat itu, hidupku terasa lebih berarti. Keluargaku hidup bahagia dan aku pun selalu ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga terutama untuk adikku Tania. Terimakasih, Ya Allah semua ini adalah karunia-Mu.